Senin, 26 Desember 2011

story of Tata


Semua hilang, tak bersisa. Semua impianku telah terkubur bersamanya. Kini hanya tinggal kenangan. Sunyi, sepi, kosong. Tidak ada harapan lagi.
“Sudahlah jangan menangis lagi,” hibur Adit pacarku. Aku hanya bisa diam. Di pemakaman ini semua berakhir. Sekarang seseorang yang kusayangi dan kubanggakan telah pergi untuk selama-lamanya. Mataku menatap kosong tanpa harapan. Aku meraba nisan didepanku yang bertuliskan “Agatha Dewi”. Tanpa terasa, mataku kembali meneteskan air mata.
Sekarang, aku telah kehilangannya. Sahabat yang selalu ada disaat aku senang, sedih bahkan terpuruk. Tidak hanya itu, dia bahkan menjadi seorang kakak dan panutan untukku.
“Kita pulang yuk..” ajak Asit membuyarkan lamunanku.
“Tunggu sebentar,” jawabku.
“Sudah satu jam kita disini,” katanya.
“Beri aku waktu tiga menit lagi,” jawabku. Tiga menit pun berlalu dan aku masih tenggelam dalam kesedihanku.
“Kita pulang sekarang ya...”  kata Adit
“Baiklah,” dengan terpaksa aku mengikuti kata – katanya.
Sesampainya dirumah, aku langsung masuk kamar dan menangis sejadi -  jadinya. Hari ini tanggal  1 Agustus 2010 tepat pukul dua pagi, aku telah kehilangan sahabat terbaikku. Aku mengunci pintu kamarku karena aku tidak ingin diganggu siapapun juga. Aku ingin sendiri. Berulang kali mama, papa, dan Adit mengetuk pintu kamarku. Namun, aku menghiraukannya.
Aku sangat menyesal. Aku benci kepada diriku sendiri. Aku tidak tahu, apakah aku bisa memaafkan diriku sendiri atau tidak. Bagaimana mungkin aku bisa mengecewakan dia di akhir hidupnya ? Dia adalah seseorang yang baik, cerdas, ceria, dan bijaksana serta semua orang sayang padanya, termasuk aku. Aku sangat menyayanginya dan aku juga yakin dia menyayangiku.
Mataku tertuju pada tumpukan foto yang berada diatas meja. Aku mengambilnya dan memandangnya sambil menangis. Difoto itu terdapat aku, tata (Agatha Dewi), dan juga Vino yang saat itu masih menjadi kekasih Tata. Aku ingat, foto ini diambil saat aku, Tata, dan Vino merayakan ulang tahun Tata yang ke-15.
“Happy Birthday, Wish you all the best...” ucapku.
“Makasih ya cha..,” jawab Tata
“Sayang, selamat ulang tahun ya, semoga kamu makin sayang dan setia kepadaku,” kata Vino
“Kamu nggak perlu kuatir Vin, aku akan selalu sayang dan setia sama kamu,” ungkap Tata
“Really?” sambung Vino
“Ya, I promise. Kamu ?” balas Tata
“Sweetheart, kamu adalah pelita hidupku. Jadi, mana mungkin aku melepasmu?” jawab Vino. Hari itu 23 Januari 2010, Tata terlihat sangat gembira.
Aku meletakkannya dan melihat foto – foto yang lain. Dan aku terhenti pada sebuah foto yang terlukiskan aku, Adit, Tata dan Vino. Itu adalah foto pertama kalinya setelahaku berpacaran dengan Adit. Waktu itu kita sedang berlibur bersama. Aku teringat, dulu Adit adalah seseorang yang sulit kujangkau. Dia bahkan terlalu sempurna untukku. Awalnya, aku berpikir bahwa aku dan dia bagaikan langit dan bumi. Adit adalah seseorang yang mempunyai wajah yang mempesona, tubuh yang keren dan kapten basket dan populer di sekolah. Sedangkan aku? Aku hanya seorang wanita biasa. Namun, aku tidak menyangka bahwa sekarang aku telah menjadi kekasihnya. Waktu itu, sepulang sekolah....
“Icha...” panggil Adit
“Kak Adit? Ada apa Kak?” Aku sangat terkejut melihat Adit memanggilku dengan penuh semangat.
“Ikut aku sebentar yuk...” ajaknya
“Kemana? Ada apa?” jawabku dengan heran dan bingung.
“Udah, ikut aja...” paksanya. Aku pun mengikutinya hingga aku dan Adit sampai di sebuah taman dekat sekolah.
“Icha, kamu tunggu disini dulu ya..” kata Adit
“Mau kemana Kak?” tanyaku
“Mau ke toilet, tenang aja, nggak lama kok” katanya meyakinkanku.
“Bener ya?” tanyaku dengan ragu
“Iya, nggak mungkin aku ninggalin kamu sendirian disini,”katanya. Aku pun merelakannya pergi. Aku menunggunya dengan penuh harapan. Namun, harapanku patah. Aku sudah menunggunya lebih dari satu jam, Diapun tidak muncul juga. Aku memutuskan untuk pulang. Aku berjalan menuju halte bus dekat taman itu. Tiba – tiba ada seorang laki-laki yang memanggilku.
“Mbak, mbak...” panggilnya
“Iya mas, ada apa mas?” tanyaku dengan penuh keheranan.
“Mbak, anak SMA Kusuma Dewi ya?” tanyanya
“Iya, benar,” jawabku
“Tadi ada anak SMA Kusuma Dewi yang kecelakaan disini mbak,” katanya
“ Oh ya? Siapa mas?” tanyaku panik
“Anaknya laki-laki, tinggi, putih, kalau nggak salah namanya Adit,” jelasnya
“Adit?” teriakku. Jantungku serasa berhenti berdetak. Aku terpaku. Hatiku kacau. Aku sulit mengendalikan diri, hingga akhirnya kesadaranku pulih kembali.
“Sekarang dimana mas?” tanyaku panik.
“Sepertinya tadi dibawa ke rumah sakit Mentari,” jelasnya
“Terima kasih mas,” kataku. Aku langsung menuju rumah sakit Mentari. Aku sangat kuatir. Aku berdoa agar Kak Adit baik-baik saja. Tidak lama kemudian, aku sampai di rumah sakit Mentari. Aku segera menemui suster didepanku dan bertanya dimana Adit berada. Aku mendapat informasi bahwa Adit berada di ruang UGD. Aku berlari secepat mungkin menuju UGD dan sesampainya disana terlihat Adit yang terkapar tak berdaya dengan balutan perban di kedua tangan dan kakinya. Aku terkejut melihat kondisi Adit. Aku berharap dia masih bisa bermain basket seperti dulu lagi. Aku tidak bisa membendung air mataku. Tidak lama kemudian, seorang suster masuk ke ruang rawat Adit dan memberiku secarik kertas.
“Apakah mbak, saudaranya pasien ini?” tanyanya
“Bukan, saya temannya,” jawabku
“Ini biaya administrasinya mbak,” katanya dengan memberiku secarik kertas. Namu isinya bukan biaya administrasi tapi...
Icha, maafin aku ya..
Aku udah ngerjain kamu. Aku ngelakuin ini karena aku kehabisan cara buat kamu ngerti kalau aku sayang sama kamu.
Maukah kau menjadi belahan jiwaku?
Aku sangat terkejut. Jantungku berdebar kencang. Benarkah ini? Benarkah Kak Adit Mencintaiku? Banyak  pertanyaan yang mendadak hinggap di otakku tapi aku tidak mampu untuk mengungkapkannya. Sesaat kemudian, Adit bangun. Dia tersenyum kepadaku.
“Bisa jawab sekarang?” tanyanya sambil menatap mataku lekat-lekat.
“Apa?” tanyaku tak percaya
“Permintaanku yang di kertas itu,” jelasnya
“Icha, aku bener-bener sayang kamu. Aku udah suka kamu, sejak pertama kali kita bertemu. Walaupun aku sadar, kamu terlalu sulit untuk kujangkau,” lanjutnya
“Bukan gitu, aku juga suka kamu. Tapi aku pikir kamu tidak memperhatikanku sama sekali. Kamu hanya menganggapku teman biasa,” kataku. Aku terkejut, kata-kata itu dengan mudahnya keluar dari mulutku. Adit tersenyum lebar sambil melihatku. Dia tampak begitu bahagia.
“Cha, aku janji aku bakal mencintaimu, selalu ada untukmu, dan setia sama kamu. Kamu mau janji kalau kamu akan selalu mencintaiku apa adanya, selalu ada untukku dan setia kepadaku?” tanyanya dengan serius.
“Ya,” jawabku. Adit segera memelukku dengan lembut dan hangat. Aku senang sekali, sekarang Adit benar-benar ada disisiku. Sejak itu, Adit benar-benar menyita waktukku hingga aku tidak punya waktu untuk Tata.
Aku kembali meletakkannya dan aku pun mendapatkan sebuah foto yang berlokasi di taman dekat sekolah. Disitu tampak aku, Tata, dan juga Vino. Aku ingat, ini adalah foto yang diambil seminggu setelah Tata tahu kalau ternyata Dia terkena leukimia. Aku sangat merasa kesal kepada Vino apabila teringat kejadian itu. Vino mengajak Tata bersenang-senang seharian. Tata merasa bahwa Dia adalah wanita paling beruntung di dunia karena Dia mempunyai pacar yang mau menerima Dia apa adanya. Namun sayang, itu tidak bertahan lama. Sebulan setelah kejadian itu, yang terjadi adalah Vino memutuskan Tata.
“Ta, aku mau bicara serius,” kata Vino
“Bicara apa?” balas Tata
“Aku mau kita udahan,” katanya. Tata terdiam, dia tidak tau harus menjawab apa karena Tata sangat mencintai Vino.
“Aku tau hidupku nggak lama lagi. Aku pengen liat orang disekelilingku bahagia. Apa kamu bahagia kalau kita jadi temen biasa?” tanya Tata dengan mata berkaca-kaca.
“Ya,” kata Vino
“Baiklah,” jawab Tata. Dia sudah tidak mampu menahan air matanya lagi.
“Ta, maafin aku ya, aku nggak bermaksud nyakitin kamu,” katanya
“Aku tau Vin, aku nggak marah sama kamu, aku hanya sedikit kecewa. Tapi aku sadar kalau aku nggak pantes kecewa sama kamu karena aku hanya wanita berpenyakitan,” jawab Tata
“Nggak Ta, kamu bener – bener berharga buatku. Makasih ya, kamu udah memberiku banyak kebahagiaan,” kata Vino
“Sama-sama, makasih juga kamu udah mau jadi bagian dari hidupku,” kata Tata.
Dua bulan setelah Tata putus dengan Vino, kondisi Tata semakin parah. Dia harus dirawat secara intensif di rumah sakit.  Di hari – hari terakhirnya, dia menitipkan Vino kepadaku.
“Cha, aku nitip Vino ya, tolong jaga dia baik-baik,” kata Tata
“Ta, kamu ngomong apa sih?” kataku
“Cha, hidupku itu udah nggak lama lagi, aku mau kamu dan Vino bahagia,kamu mau jaga Vino untuk aku?” lanjut Tata
“Baiklah,” jawabku sambil menangis.
“Kenapa nangis?” tanya Tata
“Aku nggak mau kehilangan kamu,” jawabku
“Aku nggak akan kemana-mana cha, walaupun nanti ragaku udah nggak ada tapi hatiku tetap bersamamu, percayalah,” katanya
“Aku percaya,” kataku sambil memeluknya. Tidak lama kemudian, dia sesak nafas dan kritis.
Pagi harinya Tata telah tiada. Sahabatku yang kusayangi dengan sepenuh hati telah kembali ketanganNya.
Aku meletakan foto itu dan menemukan foto yang terlukiskan aku dan Tata memakai seragam sekolah. Tata terlihat sangat cantik dan bahagia. Sorot mata Tata memberiku motivasi untuk bisa melanjutkan impian kita berdua.
“Ta, aku janji aku akan menjaga Vino dengan baik. Aku akan terus berhubungan dengannya. Maafin aku ya ta, aku nggak bisa menjadi sahabat yang baik buat kamu. Makasih ta, kamu telah menjadi bagian dari hidupku,” kataku sambil memandangi foto itu.
Tiba-tiba aku mendengar ketukan pintu yang membuyarkan lamunanku.
“Cha, makan dulu ya,” kata mama
“Ya ma,” jawabku.  Semangatku pulih kembali. Aku membuka pintu kamarku dan akan menjalankan hidupku sebaik-baiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar